SETETES AIR SEJUTA KEHIDUPAN BAGI MASYARAKAT JAKARTA




Setetes Air Sejuta Kehidupan Bagi Masyarakyat Jakarta
Oleh:
Aulia Rachman Siregar[1]

Pendahuluan

Filosofi kenegaraan Indonesia mengatakan bahwa “Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.[2]

Tentu menyejukan bagi seluruh rakyat Indonesia, karena begitu besar cita dan do’a yang dipanjatkan oleh para penggagas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Akan tetapi, tidak bagi para imprialis, penjajah dan kolonialis. 350 tahun adalah bukti bahwa Indonesia begitu primadona daerah sumber daya alamnya bagi penguasa dan pengusaha. 

Dalam penerapannya, negara mencoba merumuskan ketentuan yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik kebangsaan Indonesia. Maka, Pasal 33 dalam Undang Undang Dasar 1945 adalah salah satu rumusan kehidupan kenegaraan seluruh rakyat Indonesia, dengan menegaskan: Pertama, Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Kedua, Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Ketiga, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.  Keempat,  Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Kelima, Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang undang. 

Hal ini menunjukan bahwa seluruh struktur sosial, ekonomi dan politik di Indonesia memiliki kesamaan dan atau kesetaraan. Nilai dan pandangan hidupnya, se-hidup se-mati, susah senang bersama. Karena, asas yang dimunculkan adalah kekeluargaan, dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Penyusunan perekenomian rakyat Indonesia tentu di wakili oleh negara, yang dalam hal ini pemerintah. [3] Hal ini, sesuai dengan Pancasila yang mendasari keterwakilan rakyat pada pemerintahan Indonesia. Adanya sirkulasi pemberian kekuasaan atas negara, harusnya mendampak pada pembentukan grand desain kenegaraan. Sehingga, tidak menjadikan kesenjangan dan ketimpangan atas rakyat-nya terhadap sosial, ekonomi dan politik. 

Air adalah Kehidupan

Hak hajat hidup atas air dalam kehidupan adalah kewajiban para pemangku pejabat negara. Sebuah kebutuhan dasar yang dianungrahi Tuhan dan untuk dimiliki oleh seluruh makhluk dimuka bumi ini, yang kemudian dikelola oleh negara, jangan-kan manusia, tumbuh-tumbuhan bahkan hewan sekalipun, pemerintah wajib menjamin ketersediaan air bagi kehidupan para penduduk bumi yang tidak boleh dimarjinalkan.

Sebagaimana yang tercantum pada Resolusi PBB Nomor 64/292, bahwa Air adalah kebutuhan vital manusia dan setiap orang harus memiliki akses ke air minum yang aman. Artinya “air yang dibutuhkan untuk setiap penggunaan perorangan atau rumah tangga harus aman, bebas dari mikro-organisme, bahan kimia dan bahaya radiologis yang mengancam kesehatan seseorang.”[4]

Bahwa, bentuk dan status penguasaan sumberdaya alam dapat dibedakan atas empat kelompok, yang tentunya menjadi dasar berfikir bagi seluruh penduduk bumi. 1. milik umum (open accses), (2) milik negara (state), (3) milik pribadi atau perorangan (private) dan (4) milik bersama (communal).[5]

Sebagai contoh, air adalah produk yang dianugrahi oleh Tuhan Yang Maha Esa untuk dikelola dan dipergunakan sebaik-baiknya bagi kemaslahatan penduduk bumi. Maka sudah tepat, jika dikatakan bahwa air yang merupakan basic need dan public good,  seyogyanya tidak boleh dikomersialisasi, terlebih diprivatisasi. Karena jelas, akan memicu pada tingginya harga jual terhadap masyarakat dan pasti merugikan rakyat.


Untuk itu, bentuk penguasaan sumberdaya alam air milik umum (open acces), status kepemilikannya bisa dikelola oleh negara. Sehingga, sumberdaya milik negara yang secara tegas dikuasai dan dikontrol oleh Negara, kembali diperuntukkan bagi rakyatnya. 

Jika dilihat sejarah peradaban manusia, banyak orang hidup dipinggiran sungai dan ditepi laut. Seiring pertumbuhan penduduk yang menjauh dari sungai, berakibat sulitanya mengakses sumberdaya alam air secara cuma-cuma (gratis). Untuk itu, perlu adanya pengelolaan dalam mengakses sumberdaya alam air. 

Di tahun 1945, para pendiri Negara Indonesia sudah memperkirakan akan terjadinya krisis air di waktu mendatang. Pasal 33 dalam UUD 1945 adalah bukti para pengggas negeri ini, mengikat seluruh sumberdaya alam termasuk air dalam penguasaan, pengaturan, pengurusan, pengelolaan, dan pengawasan negara. Maka sudah bisa dipastikan, rakyat Indonesia dijamin menikmati sumberdaya alam air secara teratur, ketersediaan kelangsungnya mudah didapat, kualitasnya baik dan murah.

Zaman millennium ini, menjadi bukti bahwa sumberdaya alam air menjadi rebutan para penguasa dan pengusaha (penjajahan model baru). Hingga pada akhirnya, tahun 2010, masyarakat dunia mendorong, memastikan dan mengakui bahwa air bersih sebagai hak asasi manusia yang penting guna menikmati hidup secara menyeluruh dan untuk memenuhi semua hak asasi manusia lainnya.[6]

Pernyataan bahwa akses terhadap air merupakan hak asasi manusia adalah langkah penting menuju perwujudannya bagi setiap orang, termasuk Indonesia yang terlibat langsung dan ikut menyetujui. Hal ini berarti bahwa:

  1. Akses terhadap air besih merupakan suatu hak dan bukan merupakan barang dagangan; 
  2. Peningkatan layanan air harus dipercepat, mudah dan murah;
  3. Upaya harus difokuskan pada mereka yang paling tidak berkesempatan menikmati layanan air, termasuk masyarakat dipedalaman yang sulit mendapatkan air;
  4. Masyarakat perlu diberdayakan dan dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan penyediaan kelangsung pengadaan air.
ANOMALI Kebijakan Air PEMDA Jakarta

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung mengatakan ketika diajukan sebagai saksi ahli dari Palyja dalam Citizen Law Suit warga Jakarta terhadap swastanisasi air yang mengganggu kepentingan umum, Prof. Dr. I Gede Pantha Astawa, SH., MH., bahwa Ada 5 kewenangan yang dimiliki pemerintah, mulai dari pengaturan, menerapkan kebijakan, pengawasan, pengurusan dan pengelolaan. Artinya, peran swasta (Palyja) tidak diperlukan dalam pengelolaan sumberdaya alam air di Jakarta. Karena, PAM Jaya sudah mampu melaksanakan 5 kewenangan pengelolaan air dari tahun 1977.

Ahok (sapaan akrab Wakil Gubernur DKI Jakarta) mengatakan "Swasta harus jamin 22% kita untung, kalau nggak kamu hutang sama kita. Terus kalau kamu nggak mau, putusin. Goblok banget kita tanda tangan perjanjian yang merugikan kita kayak gitu. Tapi itu yang kita lakukan. Jadi kita berusaha perbaiki”.[7] Sebenarnya, apa orientasi Pemda DKI Jakarta dalam menyikapi persoalan Air Jakarta sebagai hak asasi masyarakat Jakarta dan meminta jaminan keuntungan 22% bagi Pemprov DKI Jakarta? 

Seiring perkembangan dari persoalan rencana pembelian saham Palyja, Ahok mengeluarkan pernyataan akan merampok atau mengambil alih semua aset Palyja. "Aetra sudah oke. Secara prinsip surat nego sudah oke. Tinggal Palyja saja. Kalau Palyja tidak oke, ya kita rampok saja".[8] Apakah semudah itu cara penyelesaian dan proses pengambil-alihan PT. Palyja? Apakah istilah rampok saja dapat diartikan Pemda tidak dapat membeli saham karna tidak punya uang. Sementara, Pemprov mau melakukan penambahan modal (PMP) senilai Rp 5 triliun kepada PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk[9]

Jika memperbandingkan rencana kebijakan Pemda DKI terhadap pengambil-alihan PT. Palyja, dengan pengembangan kawasan baru theme park di sebelah utara Dunia Fantasi. Maka hal itu, sangat memperlihatkan adanya ketimpangan sosial dan ekonomi di Jakarta. Karena, air merupakan persoalan hidup dan kehidupan jutaan penduduk Jakarta dan Pemda Jakarta haram mengabaikan serta membiarkan penduduk Jakarta berjuang sendiri memikirkan persoalan air.

Dalam proses pengambil-alihan saham PT. Palyja, Pemda DKI Jakarta akan melibatkan PT. Pembangunan Jaya dan PT. Jakarta Propertindo. Sedangkan, 2 perusahaan BUMD tersebut, tidak memiliki kompetensi dalam mengelolaan sumberdaya alam air. Kemudian, sepertinya ada yang keliru atas apa yang digagas oleh Pemda. Mengapa Pemprov tidak memberikan kepercayaan kepada PDAM pada hal sejak tahun 1997 PDAM sudah menjadi perusahaan daerah yang mengelola air Jakarta?[10] Kemudian, apa peran PDAM setelah adanya kerjasama dengan PT. Pembangunan Jaya dan PT. Jakarta Propertindo nantinya? Dikemanakan aset-aset yang ada PDAM Jaya, ketika masih bekerjasama dengan Palyja dan Aetra?

Aturan mengenai Perusahaan Daerah diatur pada Undang Undang Nomor 5 Tahun 1962, tentang Perusahaan Daerah.[11] Bahwa “Sifat dan Tujuan Perusahaan Daerah ialah a. memberika jasa. c. menyelenggarakan kemanfaatan umum. c. memupuk pendapatan (bukan mencari keuntungan sebesar-besarnya). Kemudian, untuk turut serta melaksanakan pembangunan daerah khususnya dan pembangunan ekonomi nasional umumnya dalam rangka ekonomi terpimpin untuk memenuhi kebutuhan rakyat dengan mengutamakan industrialisasi dan ketentraman serta kesenangan kerja dalam perusahaan menuju masyarakat yang adil dan makmur”

Jika merunut apa yang telah dikehendaki oleh Pemda DKI Jakarta, “Kami ambil alih Palyja supaya gampang melakukan kontrol dan pengawasan dalam peningkatan layanan air bersih kepada warga Jakarta”. Maka keinginan diatas, sudah dijamin berdasarkan perintah UU No 5/1962, yang isinya pengangkatan dan pemberhentian direksi, perselisihan ketika rapat pemegang saham, pengawasan, anggaran hingga pekerja dan Kepala Daerah dapat terlibat aktif secara langsung.[12]

Sedangkan PT. Jakarta Propertindo, dalam kurun waktu satu sampai dua tahun akan go public.[13] Artinya, Perusahaan yang sahamnya sudah bisa dimiliki publik orientasinya dipastikan mengedepankan keuntungan, yang berakibat tingginya harga jual air terhadap masyarakat dan Pemda DKI Jakarta tidak dapat ikut campur dalam segala pengelolaan perusahaan secara langsung[14] dikarenakan kontrol akan berada di tangan pemegang saham selaku pemilik perusahaan. Disamping itu dalam Jakarta Post 19 april 2014 Direktur Utama PT Jakpro Budi Karya menyatakan bahwa Jakpro akan tetap dikelola sebagai perusahaan yang berorientasi profit.[15]

Kemudian, Direktur Utama PT Jakarta Propertindo mengungkapkan proses pembelian saham PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja), sedang dalam tahap due diligent atau pengkajian.[16] Jika yang membeli saham Palyja adalah PT. Jakpro, maka sudah tepat apa yang telah disampaikan oleh Dirut PT. Jakpro. Tetapi, bukan kah Pemda DKI Jakarta yang akan mengeluarkan dana untuk pembelian saham Palyja? Apabila due diligent dilakukan oleh Pemda, maka obyektifitasnya dilakukan ke seluruh lembaga yang memiliki keterkaitan dalam rencana pembelian saham Palyja, yaitu: PT. Jakpro, PT. Pembangunan Jaya, PT. Palyja dan PD PAM Jaya.

Berdasarkan tata cara due diligent, pengkajian untuk pembelian saham harus dilakukan secara menyeluruh. Dalam rangka memperoleh informasi atau fakta material, maka uji tuntas dilakukan dengan cara:

a.  Pemeriksaan atas dokumen yang dilakukan dengan cara melakukan penelitian dan analisis semua dokumen yang dianggap perlu dan material sehubungan dengan transaksi yang akan dilakukan.
b.  Pemeriksaan yang dilakukan melalui wawancara dengan pihak manajemen dan pihak yang ditunjuk oleh manajemen, serta pihak terkait lainnya yang berhubungan dengan obyek transaksi.Pemeriksaan yang dilakukan dalam pertemuan uji tuntas (due diligence meeting) yang dilakukan bersama-sama dengan profesi dan lembaga penunjang pasar modal lainnya.
c.   Kunjungan setempat (site visit) yang dilakukan oleh konsultan hukum bersama-sama dengan profesi atau lembaga penunjang pasar modal lainnya atas suatu obyek transaksi guna memperoleh pemahaman atas obyek Uji Tuntas.
Sebenarnya Pemprov DKI Jakarta dapat menggunakan data BPKP DKI Jakarta, yang telah melakukan audit terhadap Palyja dan Aetra dan diketemukan banyak persoalan[17]. Maka, sudah bisa dipastikan sebenarnya pembelian saham Palyja dan Aetra sangat mudah. Tinggal pertanyaanya, mengapa Pemda DKI Jakarta tidak mendorong penguatan PDAM (PAM Jaya) sebagai perusahaan daerah yang bisa mengambil alih Palyja dan Aetra, sehingga dapat dijadikan sebagai Perusahaan Daerah yang mampu melayani pengelolaan dan penyediaan air bagi masyarakat Jakarta?

Kesimpulan Nasib Air Jakarta

Bahwa Filosofi Negara Indonesia, menjunjung tinggi hak asasi manusia Indonesia terlebih lagi Penduduk DKI Jakarta. Oleh sebab itu, swastanisasi pengelolaan dan pelayanan air, wajib ditolak. Karena hal itu, menyangkut jutaan penduduk DKI Jakarta yang bersandarkan kehidupannya pada air.

Kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yang ingin mengambil-alih saham Palyja sudah lah tepat. Hanya saja, ketika sumber dasar hukum dan pengabdiannya kepada negara dan rakyat. Maka, keberpihakan terhadap pembangunan sosial  dan pembangunan ekonomi Jakarta harus seiring dan seirama. Jangan malah Anomali kebijakan Pemda dalam melihat persoalan air di Jakarta.

Penguatan PD PAM Jaya adalah keharusan bagi Pemda Jakarta. Apabila sebaliknya, Pemda mengakuisisi Palyja melalui PT. Jakpro adalah kesalahan kebijakan yang bersifat masif dan sistemik. Karena sudah jelas, hanya PD PAM Jaya yang mengerti dan persoalan air, tinggal dibenahi yang kurang, diperkuat yang belum mapan.

Ketika bicaranya efektif dan efisien dalam persoalan anggaran, maka skala prioritas untuk membenahi pelayanan dan pengelolaan air jika dapat diberikan kepada PD PAM Jaya dan efisiensi anggaran dalam pembelian saham Palyja jauh lebih hemat ketimbang mengembangkan tempat hiburan Jaya Ancol.




[1] Aktivis Mahasiswa Fakultas Ilmu Hukum, Universitas Al-Azhar Indonesia.
[2] Alinea terakhir dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945. 
[3] Demoktasi Pancasila adalah Ideologi rakyat Indonesia. Bahwa dari, oleh dan untuk rakyat Indonesia yang berpegang teguh pada landasan ideal kenegaraan dan kebangsaan Indonesia. 
[4] http://www.un.org/waterforlifedecade/human_right_to_water.shtml
[5] Lihat Iskandar,J., 2001, Manusia, Budaya dan Lingkungan Ekologi. Humaniora Bandung. 
[6] http://www.un.org/en/ga/search/view_doc.asp?symbol=A/RES/64/292
[7] http://news.liputan6.com/read/2015884/ahok-palyja-dan-aetra-tak-bisa-diandalkan-segera-diambil-alih
[8] http://www.beritasatu.com/megapolitan/111748-ahok-tak-mau-rebalancing-ambil-alih-saja-palyja.html
[9] http://jakarta.bisnis.com/read/20140819/77/250886/pemprov-dki-suntik-ancol-rp5-triliun
[10] PDAM adalah perusahaan daerah yang memiliki peran dan fungsi 
[11] Dalam perjalannya, UU No. 5/ 1962 Tentang Perusahaan Daerah, masih berlaku. Hal itu, dapat dilihat dari Peraturan Daerah Kota Prabumuli, Nomor 7/2011 tentang Penambahan Penyertaan Modal Pemerintah Kota Prabumi ke dalam Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Prabu Jaya. 
[12] Hal tersebut diatas, sesuai dengan Pasal 11, 13, 18, 19, 22 dan 26, UU. No.5 Tahun 1962,
[13] Lihat, Tribun Jakarta, “Budi Karya Jadi Dirut, Saham Pemprov DKI di Jakpro bisa hilang”. Diakses pada tgl 22 Agustus 2014.
[14] Dengan kinerja yang baik, tarif rata-rata di Surabaya hanya Rp. 2.800/m3, sangat jauh dibandingkan dengan Jakarta yang sampai Rp. 7.800/m3. Dengan perbedaan biaya hidup di Surabaya dan Jakarta yang hanya 20%, (dikutib dari, http://www.beritasatu.com/makro/158457-biaya-hidup-di-jakarta-rp-75-jutabulan.html). Perbedaan tarif air sebesar 65% menunjukkan bahwa tarif air di Jakarta terlalu mahal atau overpriced . Dengan tarif air setinggi itu pun, perusahaan air minum Jakarta PAM Jaya masih menderita kerugian shortfall yang jumlahnya pada 2011 saja mencapai Rp. 610 miliar, dan akan terus bertambah karena swasta terus menuntut imbalan air yang lebih tinggi.
[15] Jakarta Post. 19 April 2014. Jakpro to keep Palyja profit-oriented firm.
[16] http://news.liputan6.com/read/708259/pt-jakpro-targetkan-awal-2014-sudah-miliki-saham-palyja
[17] Tarif yang tinggi disebabkan karena swasta terus menuntut peningkatan biaya yang dibebankan dalam imbalan air. Pada 2009, audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan bahwa swasta ternyata sangat tidak efisien dalam menyusun biaya tersebut. Di Palyja, sebagai contoh, terdapat komponen biaya sekolah anak, biaya perjalanan pribadi, biaya rumah sewa, dan sejumlah biaya lain untuk personel ekspatriat, yang tidak terkait dengan investasi layanan air, yang jumlahnya mencapai Rp. 3,9 miliar[17]. Biaya seperti ini yang kemudian harus ditanggung PAM Jaya, dan pada gilirannya pelanggan, yang di saat bersamaan menerima layanan air yang buruk dari operator swasta. Dikutib dari, Laporan Hasil Pemeriksaan atas Pendapatan dan Biaya (Operasional dan Non-Operasional) Tahun Buku 2007 dan 2008 pada PAM Jaya.



Next
Previous